Penyandang disabilitas merupakan orang-orang yang seringkali kita abaikan keberadaan mereka. kehadiran mereka, terkadang diangap sebagai aib. Karena itu, ruang gerak mereka selalu kita batasi. Kita, kaum nondisabilitas, acap kali dijadikan sebagai objek lelucon.
Kita harus mengakui, 'manusia tak ada yang sempurna'. Ungkapan ini ditujukan kepada sifat manusia yang tidak selamaya sesuai dengan harapan. Kita harus sepakat bahwa ucapan itu mutlak benar. tapi ungkapan itu akan salah, jika ditujukan pada fisik manusia. Kita harus menyadari, bahwa setiap ucapan kita akan berdampak bagi kehidupan orang lain.
Selama ini, penyandang disabilitas selalu mendapatkan diskriminasi. Diskriminasi yang dialami itu dilakukan oleh orang-orang disekitar lingkungan. Kaum nondisabilitas, selalu menyebut mereka dengan sebutan ca**t. Tentunya, pelabelan itu secara tidak langsung menutup ruang gerak dan pergaulan kaum disabilitas.
Padahal, mereka juga punya hak yang sama dengan kita yang nondisabilitas. Bahkan, perjuangan mereka selama ini untuk mengangkat derajat mereka akhirnya diakui Pemerintah. Tahun 2016, Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang mulai berlaku pada 15 April 2016.
Undang-undang ini, menjadi bukti bahwa kaum disabilitas perlu diberikan ruang untuk mengeksplorasikan kemampuan mereka. Kita perlu membangun llingkungan yang inklusif dengan menghormati hak kaum disabilitas, menghindari stigmatisasi serta bersedia menerima keterbatasan penyandang disabilitas.
Beberapa hari terakhir, saya bersama teman-teman dari komunitas rutin mengunjungi saudara-saudara penyandang disabilitas di Desa Biloto, Kecamatan Mollo Selatan, Kabupaten Timor Tengah Sekatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kunjungan pertama kami pada Jumat (12/6/2020). Saat itu saya mendampingi teman-teman dari Komite Penyandang Disabilitas (KIPDA) Kabupaten TTS. Bisa dibayangankan, betapa hebatnya mereka, saudara-saudara kita penyandang difabel. Dengan keterbatsan fisik mereka, itu tidak membatai mereka untuk berkreasi, beraktivitas bahkan berpikir unutk membantu sesama mereka yang juga memiliki keterbatsan fisik.
Agenda kunjungan teman-teman KIPDA TTS waktu itu adalah bersilaturahmi dan menyalurkan sedikit berkat. Perjalanan dari SoE Ibukota Kabupaten TTS, teman-teman KIPDA menggunakan mobil, sementara saya bersama teman mengendarai motor. Perjalanan tidak membutuhkan wakut yang lama, karena akses jalan menuju Desa Biloto sangat baik sehingga tidak ada hambatan.
Saya bersama teman lebih dulu tiba di Kantor Desa Biloto. kami disambut sejumlah warga yang sedang menjalankan tugas penjagaan di posko pencegahan covid-19 di Desa tersebut. Kami bertemu Kepala Desa Biloto, Mesak Mella. Dari beliau kami mendapat informasi terkait lokasi teman-teman yang akan kami kunjungi. Teman-teman KIPDA sudah mengetahui lokasi yang akan dikunjungi, karena memang itu kegiatan mereka.
Kami lalu bersama dengan Kepala Desa menuju rumah saudara-saudara penyandang disabilitas, yang tidak jauh dari Kantor Desa. Kami tiba dilokasi, ada sekitar balasan orang yang sudah menunggu. Saya melihat beberapa orang ada didepan emperan rumah, tapi tidak terbesit pikiran, mereka itu penyandang disabilitas.
Saat berada didekat mereka, saya sadar mereka punya kebutuhan khusus. Usia mereka bervariasi. Dari wajah mereka, saya mencoba menebak, ada yang sudah berusia mungkin diatas 40-an, ada yang masih balasan.
Dalam hati saya merasa kagum dengan teman-teman KIPDA Kabupaten TTS. Dengan segala keterbatasan mereka, naluri kemanusiaan mereka mengalahkan kekurangan itu. Mereka tidak hanya memikirkan diri mereka saja, tapi juga memikirkan kehidupan orang lain. Dalam hati saya meminta kepada Tuhan, semoga mereka selalu diberikan kekuatan dan ketabahan.*
Foto: Seorang Ibu bersama empat anaknya yang mengalami hambatan fisiki (dok. tuisulat)
*Artikel ini pernah tayang pada blog afnekat.wordpress.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan kesan Anda