BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pneumonia adalah penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti virus, jamur, bakteri, pajanan bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru, maupun pengaruh tidak langsung dari penyakit lain. Gejala yang paling umum dari pneumonia yaitu demam dan biasanya akan muncul secara perlahan-lahan, bahkan mendadak.
Pneumonia yaitu pembunuh nomor satu di Indonesia bagi anak balita. Hasil Sample Registration System (SRS) tahun 2014 menyatakan bahwa pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 3 pada balita di Indonesia yaitu sebesar 9,4% dari jumlah kematian balita. Diperkirakan 2-3 orang balita setiap jam meninggal karena Pneumonia. Menurut Profil Kesehatan Indonesia, pneumonia menyebabkan 15% kematian balita yaitu sekitar 922.000 balita pada tahun 2015 di Indonesia.
Makalah ini akan memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan Pneumonia.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa saja penyebab dari Pneumonia ?
b. Bagaimana cara penularan dari penyakit Pneumonia ?
c. Apa saja tanda dan gejala yang menandakan Pneumonia ?
d. Berapa lama masa inkubasi dari penyakit Pneumonia ?
e. Bagaimana pathogenesis dari Pneumonia ?
f. Seperti apa Prognosa dari Pneumonia ?
g. Apa yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya Pneumonia ?
h. Pengobatan apa saja yang dilakukan agar sembuh dari Pneumonia?
i. Bagaimana gambaran epidemiologi dari Pneumonia ?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui agen penyebab Pneumonia
b. Untuk mengetahui penularan dari Pneumonia
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari Pneumonia
d. Untuk memberikan pengetahuan tentang perjalanan dari agen sampai menimbulakan sakit
e. Untuk menjelaskan pathogenesis dan prognosa dari Pneumonia
f. Untuk mengetahui cara pencegahan dan pengobatan dari Pneumoniaa
g. Memaparkan epidemiologi dari Pneumonia di Indonesia, khususnya Nusa Tenggara Timur
1.4 Manfaat
a. Bagi kelompok sendiri
Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pengasuh mata kuliah Epidemiologi Penyakit Menular, terlebihnya menambah pengetahuan dan mengaplikasikannya.
b. Bagi pembaca
Memberikan informasi dan pengetahuan mengenai penyakit Pneumonia, sehingga dapat waspada atau mencegah dan mengobati penyakit tersebut sedini mungkin.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 AGENT PENYAKIT
Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh bakteri, virus atau mikroplasma (bentuk pemeliharaan antara bakteri dan virus). Bakteri yang umum adalah Streptococcus pneumonia, Staphylococcus aureus, Klebsiella sp, Pseudomonas sp, Virus misal virus influenza (Misnadiarly, 2008).
Bentuk–bentuk pneumonia yaitu:
1.Virus
Infeksi Saluran Pernafasan Bawah Akut (ISPBA) pneumonia diperkirakan sebagian besar disebabkan oleh virus.Meski virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernafasan bagian atas, terutama pada anak-anak gangguan ini bisa memicu pneumonia.Sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan bahkan dapat menyebabkan kematian, virus yang akan menginfeksi paru akan berkembang biak walau tidak terlihat jaringan paru yang dipenuhi cairan.
Gejala pneumonia oleh virus sama saja dengan influenza yaitu demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri diseluruh tubuh dan letih, lesu, selama 12 - 13 jam, nafas jadi sesak, batuk hebat dan menghasilkan sejumlah lendir (Misnadiarly 2008)Mikoplasma Jenis penyebab pneumonia ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila dibandingkan pneumonia pada umumnya, oleh karena itu pneumonia yang diduga disebabkan oleh virus belum ditemukan, ini sering juga disebut pneumonia yang tidak tipikal (Atypical pneumonia).
2. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia.Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya.Pneumonia jenis ini biasanya tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia muda. Angka kematian yang sangat rendah, bahkan juga ada yang tidak diobati.Gejala yang paling sering adalah batuk berat, namun sedikit berlendir.Demam dan menggigil hanya muncul di awal, dan pada beberapa pasien biasanya mual dan muntah.Rasa lemah baru hilang dalam waktu lama (Misnadiarly, 2008).
3.Bakteri
Pneumonia bakteri adalah infeksi akut parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri. Pneumonia dipicu bakteri biasanya menyerang siapa saja (dari bayi sampai usia lanjut). Pecandu alkohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan penyakit gangguan pernafasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya paling beresiko menderita penyakit pneumonia.Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumonia sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuhnya menurun karena sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan (Misnadiarly, 2008). Seluruh jaringan paru dipenuhi cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah.
Pasien yang terinfeksi pneumonia memiliki ciri-ciri yaitu:
tubuhnya panas tinggi, berkeringat, nafas terengah-engah, dan denyut jantungnya meningkat cepat. Bibir dan kuku mungkin membiru karena tubuh kekurangan O2. Pada kasus yang parah, pasien akan menggigil, gigi bergemelutuk, sakit dada dan kalau batuk mengeluarkan lendir berwarna hijau (Misnadiarly, 2008).
2.2 CARA PENULARAN
Pada umumnya penularan pneumonia adalah melalui percikan ludah (batuk oleh penderita lain dan tidak ditutup), kontak langsung melalui mulut atau tidak langsung melalui kontaminasi pada alat makan. Penyebaran infeksi pneumonia ada dua, yaitu :
Melalui aerosol (mikroorganisme yang melayang-layang di udara) pada saat batuk maupun bersin.
Melalui kontak langsung dari benda yang telah tercemar mikroorganisme penyebab pneumonia (hand to hand transmission).
Melalui penelitian klinik penyebaran secara hand to hand merupakan penyebab tersering dari pada melalui aerosol.
2.3 TANDA DAN GEJALA
Pneumonia Streptokok
Pneumonia sterptokok timbul secara mendadak, suhu badan meningkat (beberapa saat sampai beberapa jam) disertai dengan menggigil, dan batuk yang berdahak banyak. Penderita pneumonia jenis ini, sering mengalami batuk darah (hemoptoe), takikarida, rigor, toksisitas, dan nyeri dada.
Pneumonia Stafilokok
Pneumonia stafilokok gejalanya tidak mendadak, terutama pada pasien yang berada diluar rumah sakit, dan terjadi setelah terinfeksi virus influenza. Demam tinggi tapi jarang menggigil, penderita tampak septic, nyeri pleuritik, batuk dengan dahak yang purulen atau blood streak. Sebagian kecil pada penderita mengalami batuk darah.
Pada penderita rawat inap, infeksi sekunder dari stafilokok akan timbul secara mendadak, panas, menggigil, sesak napas, sianosis, dan dapat juga nyeri dada ringan. Pada pemeriksaan fisik, dijumpai pasien sangat sakit keras, takipnea, dan takikardia.
Pneumonia Klebsiella atau Friedlanders’s
Gejala Klebsiela dimulai dengan mendadak, demam, leukositosis biasanya ada, hipotermia, dan neutropenia yang dihubungkan dengan prognosis jelek. Disertai dengan batuk-batuk, nyeri dada, pada sebagian kecil penderita ada dahak kental seperti gelatin dan berwarna merah, dan ada juga yang mengeluarkan dahak berwarna hijau, purulen dan bercak darah, atau batuk darah profus.
Tanda fisik berupa sesak napas berat, takipneu, sianosis, dan hopotensi. Disertai denga tanda-tanda dari konsolidasi.
Pneumonia Pneumokokus
Infeksi pneumokokus secara mendadak, ditandai dengan suatu kekakuan yang berat, kenaikan suhu badan yang sangat cepat yang terjadi pada pagi dan sore hari dengan peningkatan panas 40o selsius, batuk produktif sputum seperti karat besi (sputa ruva/ rusty sputu), dispnea, dan nyeri pleuritis. Gejala lain yang dikeluhkan yaitu mialgia di daerah lengan, tungkai, dan dijumpai herpes labialis pada 10% pnderita.
Bagi individu tua, keluhan yang mereka alami hanyalah demam, napas pendek, dan sering tidak mampu menghasilkan sputum/dahak.
Pneumonia Legionela
Umunya datang dengan tidak mendadak (mengikuti jalur klinik pneumonia atipik), demam, dan batuk sering tidak produktif. Dapat juga menunjukan gejala pneumonia bekteria akut yaitu mendadak, dan toksisitas yang berat.
Pneumonia yang disebabkan Haemophilus Influenzae
Mirip dengan pneumonia pneumokok, pada orang dewasa mulainya tidak begitu berat seperti pneumonia pneumokok, tetapi akan mengalami dispnea berat, batuk, dan demam yang merupaka tanda klinis paling mencolok.
Pneumonia mikoplasma
Mula-mula adanya sakit kepala, malaise, dan demam. Gejala bertambah yang ditandai dengan rasa tidak enak substernal dan batuk tanpa dahak. Gejala-gejala infeksi pernapasan atas dapat ada, demam dapat berkisar dari rendah hingga 40oC. pemeriksaan dada dapat menunjukkan adanya mengi, ronki atau dapat negative. Sebagian kecil penderita mengalami miringitis, dan beberapa mengalami kelemahan otot, sendi terasa tidak enak, anoreksia, nausea, dan muntah.
2.4 MASA INKUBASI
Masa inkubasi pneumonia sendiri tergantung penyebabnya. Kalau karna bakteri, membutukan waktu yang agak lama berkisar 2 minggu untuk batuk dan pilek, baru kemudian akan komplikasi ke pneumonia. Tetapi kalau karna virus, memakan waktu lebih cepat, sekitar 3-7 hari,bias komplikasi ke pneumonia.
2.5 PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia. Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama.
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan tampak 4 zona pada daerah parasitik terset yaitu :
1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah.
3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak.
4. Zona resolusi E : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag. Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan 'Gray hepatization' ialah konsolodasi yang luas.
2.6 PROGNOSA
Dengan pengobatan,sebagian tipe dari pneumonia karena bakteri dapat diobati dalam satu sampai dua minggu. Pneumonia karena virus mungkin berakhir lama, pneumonia karena mycoplasma memerlukan empat sampai lima minggu untuk memutuskan sama sekali.
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Dengan pengobatan, kebanyakan jenis pneumonia bakteri akan stabil dalam waktu 3–6 hari. Kadang-kadang memakan waktu beberapa minggu sebelum kebanyakan gejala diatasi. Hasil rontgen biasanya bersih dalam waktu empat minggu dan mortalitas rendah (kurang dari 1%).
Di kalangan lansia atau orang yang memiliki masalah paru-paru lain penyembuhan mungkin memakan waktu lebih dari 12 minggu. Di kalangan orang yang memerlukan perawatan di rumah sakit, mortalitas mungkin hingga 10% dan di kalangan mereka yang memerlukan perawatan intensif (ICU) mortalitas bisa mencapai 30–50%. Pneumonia adalah infeksi yang diperoleh di rumah sakit paling umum yang menyebabkan kematian. Hasil akhir dari episode pneumonia tergantung dari bagaimana seseorang sakit,kapan dia di diagnosa pertama kalinya. Sebelum adanya antibiotik, mortalitas biasanya 30% di kalangan mereka yang dirawat di rumah sakit.
Komplikasi bisa muncul terutama di kalangan lansia dan mereka yang memiliki masalah kesehatan dasar. Ini bisa termasuk, antara lain: empiema, abses paru-paru, bronkiolitis obliteran, sindrom kesulitan pernafasan akut, sepsis, dan memburuknya masalah kesehatan dasar.
2.7 PENGOBATAN
Berikut ini merupakan beberapa antibiotik yang digunakan untuk terapi pneumonia yaitu sebagai berikut:
a. Penicilin
Penicilin merupakan derifat β-laktam tertua yang memiliki aksi bakterisidal dengan mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri. Masalah resistensi akibat penicilinase mendorong lahirnya terobosan dengan ditemukannya derivat penicilin seperti methicilin, fenoksimetil penicilin yang dapat diberikan oral, karboksipenicilin yang memiliki aksi terhadap Pseudomonas sp. Namun hanya Fenoksimetilpenicilin yang dijumpai di Indonesia yang lebih dikenal dengan nama Penicilin. Spektrum aktivitas dari fenoksimetilpenicilin meliputi terhadap Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae serta aksi yang kurang kuat terhadap Enterococcus faecalis. Aktivitas terhadap bakteri Gram negatif sama sekali tidak dimiliki. Antibiotika ini diabsorbsi sekitar 60-73%, didistribusikan hingga ke cairan ASI sehingga waspada pemberian pada ibu menyusui.
Antibiotika ini memiliki waktu paruh 30 menit, namun memanjang pada pasien dengan gagal ginjal berat maupun terminal, sehingga interval pemberian 250 mg setiap 6 jam (Anonim, 2005). Terobosan lain terhadap penicilin adalah dengan lahirnya derivat penicillin yang berspektrum luas seperti golongan aminopenicilin (amoksisilin) yang mencakup E. coli, Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae,Haemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae. Penambahan gugus β-laktamase inhibitor seperti klavulanat memperluas cakupan hingga Staphylococcus aureus, Bacteroides catarrhalis. Sehingga saat ini amoksisilinklavulanat merupakan alternatif bagi pasien yang tidak dapat mentoleransi alternatif lain setelah resisten dengan amoksisilin (Anonim, 2005). Profil farmakokinetik dari amoksisilin-klavulanat antara lain bahwa absorpsi hampir komplit tidak dipengaruhi makanan. Obat ini terdistribusi baik ke seluruh cairan tubuh dan tulang bahkan dapat menembus blood brain barrier, namun penetrasinya ke dalam sel mata sangat kurang. Metabolisme obat ini terjadi di liver secara parsial. Waktu paruh sangat bervariasi antara lain pada bayi normal 3,7 jam, pada anak 1-2 jam, sedangkan pada dewasa dengan ginjal normal 07-1,4 jam. Pada pasien dengan gagal ginjal berat waktu paruh memanjang hingga 21 jam. Untuk itu perlu penyesuaian dosis, khususnya pada pasien dengan klirens kreatinin< 10 ml/menit menjadi 1 x 24 jam (Anonim, 2005).
b. Makrolida
Eritromisina merupakan prototipe golongan ini sejak ditemukan pertama kali th 1952. Komponen lain golongan makrolida merupakan derivat sintetik dari eritromisin yang struktur tambahannya bervariasi antara 14-16 cincin lakton. Derivat makrolida tersebut terdiri dari spiramysin, midekamisin, roksitromisin, azitromisin dan klaritromisin (Anonim, 2005).Aktivitas antimikroba golongan makrolida secara umum meliputi Gram positif coccus seperti Staphylococcus aureus, coagulase-negatif staphylococci, streptococci β-hemolitik dan Streptococcus spp. lain,enterococci, H. influenzae,Neisseria spp, Bordetella spp, Corynebacterium spp, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia dan Legionella spp. Azitromisin memiliki aktivitas yang lebih poten terhadap Gram negatif, volume distribusi yang lebih luas serta waktu paruh yang lebih panjang. Klaritromisin memiliki fitur farmakokinetika yang meningkat (waktu paruh plasma lebih panjang, penetrasi ke jaringan lebih besar) serta peningkatan aktivitas terhadap H. influenzae, Legionella pneumophila. Sedangkan roksitromisin memiliki aktivitas setara dengan eritromisin, namun profil farmakokinetiknya mengalami peningkatan sehingga lebih dipilih untuk infeksi saluran pernapasan (Anonim, 2005).Hampir semua komponen baru golongan makrolida memiliki tolerabilitas, profil keamanan lebih baik dibandingkan dengan eritromisin. Lebih jauh lagi derivat baru tersebut bisa diberikan satu atau dua kali sehari, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien (Anonim, 2005).
c. Cefalosporin
Cefalosporin merupakan derivat β-laktam yang memiliki spektrum aktivitas bervariasi tergantung generasinya. Saat ini ada empat generasi cefalosporin, seperti tertera pada tabel berikut: Cefotaksim pada generasi tiga memiliki aktivitas yang paling luas di antara generasinya yaitu mencakup pula Pseudominas aeruginosa, B. fragilismeskipun lemah. Cefalosporin yang memiliki aktivitas yang kuat terhadap Pseudominas aeruginosa adalah ceftazidime setara dengan cephalosporin generasi keempat, namun aksinya terhadap bakteri Gram positif lemah, sehingga sebaiknya agen ini disimpan untuk mengatasi infeksi nosokomial yang melibatkan pseudomonas. Spektrum aktivitas generasi keempat sangat kuat terhadap bakteri Gram positif maupun negatif, bahkan terhadap Pseudominas aeruginosa sekalipun, namun tidak terhadap B. fragilis (Anonim, 2005)Mekanisme kerja golongan cefalosporin sama seperti β-laktam lain yaitu berikatan dengan penicilin protein binding (PBP) yang terletak di dalam maupun permukaan membran sel sehingga dinding sel bakteri tidak terbentuk yang berdampak pada kematian bakteri (Anonim, 2005).
d. Tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan agen antimikrobial hasil biosintesis yang memiliki spektrum aktivitas luas. Mekanisme kerjanya yaitu blokade terikatnya asam amino ke ribosom bakteri (sub unit 30S). Aksi yang ditimbulkannya adalah bakteriostatik yang luas terhadap Gram positif, Gram negatif, chlamydia, mycoplasma, bahkan rickettsia (Anonim, 2005).Generasi pertama meliputi tetrasiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin.Generasi kedua merupakan penyempurnaan dari sebelumnya yaitu terdiri dari doksisiklin, minosiklin. Generasi kedua memilki karakteristik farmakokinetik yang lebih baik yaitu antara lain memiliki volume distribusi yang lebih luas karena profil lipofiliknya. Selain itu bioavailabilitas lebih besar, demikian pula waktu paruh eliminasi lebih panjang (> 15 jam).Doksisiklin dan minosiklin tetap aktif terhadap stafilokokus yang resisten terhadap tetrasiklin, bahkan terhadap bakteri anaerob seperti Acinetobacter spp, Enterococcus yang resisten terhadap Vankomisin sekalipun tetap efektif (Anonim, 2005).
e. Quinolon
Golongan quinolon merupakan antimikrobial oral memberikan pengaruh yang dramatis dalam terapi infeksi.Dari prototipe awal yaitu asam nalidiksat berkembang menjadi asam pipemidat, asam oksolinat, cinoksacin, norfloksacin.Generasi awal mempunyai peran dalam terapi gram-negatif infeksi saluran kencing. Generasi berikutnya yaitu generasi kedua terdiri dari pefloksasin, enoksasin, ciprofloksasin, sparfloksasin, lomefloksasin, fleroksasin dengan spektrum aktivitas yang lebih luas untuk terapi infeksi community-acquired maupun infeksi nosokomial. Lebih jauh lagi ciprofloksasin, ofloksasin, peflokasin tersedia sebagai preparat parenteral yang memungkinkan penggunaannya secara luas baik tunggal maupun kombinasi dengan agen lain (Anonim, 2005).
Mekanisme kerja golongan quinolon secara umum adalah dengan menghambat DNA-gyrase. Aktivitas antimikroba secara umum meliputi, Enterobacteriaceae, P. aeruginosa, sthaphylococci, enterococci, streptococci.Aktivitas terhadap bakteri anaerob pada generasi kedua tidak dimiliki. Demikian pula dengan generasi ketiga quinolon seperti levofloksasin, gatifloksasin, moksifloksasin. Aktivitas terhadap anaerob seperti B. fragilis, anaerob lain dan gram-positif baru muncul pada generasi keempat yaitu trovafloksacin (Anonim, 2005).
2.8 PENCEGAHAN
Upaya pencegahan pneumonia anak-balita merupakan komponen strategis pemberantasan pneumonia pada anak terdiri dari pencegahan melalui imunisasi dan non-imunisasi. Imunisasi terhadap patogen yang bertanggung jawab terhadap pneumonia merupakan strategi pencegahan spesifik. Pencegahan non-imunisasi merupakan pencegahan nonspesifik misalnya mengatasi berbagai faktor-risiko seperti polusi udara dalam-ruang, merokok, kebiasaan perilaku tidak sehat/bersih, perbaikan gizi dan dan lain-lain.
Pencegahan non-imunisasi sebagai upaya pencegahan nonspesifik merupakan komponen yang masih sangat strategis. Banyak kegiatan yang dapat dilakukan misalnya pendidikan kesehatan kepada berbagai komponen masyarakat, terutama pada ibu anak-balita tentang besarnya masalah pneumonia dan pengaruhnya terhadap kematian anak, perilaku preventif sederhana misalnya kebiasaan mencuci tangan dan hidup bersih, perbaikan gizi dengan pola makan sehat; penurunan faktor risiko-lain seperti mencegah berat-badan lahir rendah, menerapkan ASI eksklusif, mencegah polusi udara dalam ruang yang berasal dari bahan bakar rumah tangga dan perokok aktif di lingkungan rumah.
Kematian akibat pneumonia dapat dicegah melalui pemberian air susu ibu. Pemberian ASI eksklusif khususnya di negara berkembang dapat menurunkan risiko anak-anak mengembangkan penyakit seperti asma dan pneumonia (Boccolini et al., 2011). Pemberian suplementasi gizi mikro dan mengurangi insiden BBLR dengan meningkatkan nutrisi ibu, sehingga risiko kematian akibat pneumonia dapat berkurang (Saha et al., 2016).
Strategi pencegahan pneumonia dapat dilakukan pada saat batuk atau bersin ke siku atau lengan agar meminimalkan rentang penerbangan droplet yang dikeluarkan.
Perilaku mencuci tangan menggunakan sabun dengan air dapat mengurangi kejadian ISPA dan pneumonia sebesar 50%. Kebersihan tangan dapat dijaga dengan sering mencuci tangan menggunakan sabun dengan air.
Kualitas rumah juga menjadi salah satu faktor cepat menularnya pneumonia, sehingga perlu diperhatikan kondisi rumah yang dapat mencegah terjadinya pneumonia. Diantaranya kondisi dinding, plafon, fentilasi, lantai, kepadatan anggota rumah, luasnya rumah, jenis pembakaran dapur, penggunanaan obat nyamuk bakar, dan sebagainya.
Pneumonia pneumokokus
Imunisasi dengan vaksin pneumokokus yang mengandung polisakarida kapsular dari 23 serotipe yang paling sering memberikan perlindungan sebesar 60-70% . Imunisasi ini diindikasikan untuk kelompok beresiko yang telah disebutkan di atas. Imunitas berlangsung jangka panjang.Vaksin non konjugasi yang tersedia saat ini kurang imunogenik pada anak-anak berusia <2 tahun. Suatu vaksin terkonjugasi yang mengandung 7 –valen protein baru-baru ini di rekomendasikan untuk anak-anak berusia di bawah 2 tahun yang beresiko mengalami penyakit invasif (misalnya penyakit sel sabit). Kemoprofilaksis dengan penisilin oral diindikasikan pada anak-anak dengan anemia sel sabit dan harus di pertimbangkan untuk pasien dengan hiposplenisme fungsional atau pasca splenektomi.
Pneumonia mikoplasma
Tidak tersedia vaksin untuk infeksi mikoplasma. Pasien dianjurkan untuk dirawat di ruang isolasi rumah sakit. Azitromisin profolaktik secara bermakna mengurangi angka serangan sekunder dalam institusi.
Streptococcus pneumoniae
Vaksin untuk kelompok beresiko tinggi
Profilaksis antibiotic (anak-anak dengan anemia sel sabit, pertimbangkan untuk pasca splenektomi dan hiposplenisme fungsional).
2.9 EPIDEMIOLOGI DARI PNEUMONIA
Pneumonia menyumbang sekitar 16 persen dari 5,6 juta kematian balita, memakan korban sekitar 880.000 anak pada tahun 2016 (UNICEF, 2016).
Di indonesia angka kematian akibat pneumonia pada balita tahun 2016 sebesar 0,11% sedangkan tahun 2015 sebesar 0,16%. Provinsi dengan angka kematian balita akibat pneumonia tertinggi adalah Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Lampung. Kabupaten/kota di Jawa Timur dengan penderita pneumonia tertinggi adalah Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Jember, dan Kabupaten Gresik. Mortalitas akibat pneumonia pada anak-anak sangat terkait dengan faktor kemiskinan, seperti kekurangan gizi, kurangnya air bersih dan sanitasi, polusi udara dalam ruangan dan akses yang tidak memadai ke perawatan kesehatan (Kemenkes RI, 2017).
Pada tahun 2017 melalui Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia, balita penderita pneumonia terdiri dari usia <1 tahun adalah 142.416 orang dan usia 1-4 tahun yaitu sebanyak 289.584 balita. Sedangkan penemuan untuk Pneumonia berat adalah 7.528 balita usia <1 tahun, usia 1-4 tahun yakni 7.903 balita. Dengan CFR umur <1 tahun (0,27 %) sedangkan usia 1-4 tahun (0,32%). Data ini terdiri dari 32 provinsi, terkecuali NTT dan Papua Barat.
Profil Kesehatan Kabupaten/Kota se-Provinsi NTT menunjukkan cakupan penemuan dan penanganan Pneumonia pada balita pada tahun 2016 sebesar 3.683 kasus (5,87%). Dengan jumlah balita perempuan penderita yaitu 1.764 (5,72%), sedangkan balita laki-laki 1.919 (6,01%). Jumlah perkiraan balita penderita pneumonia 62.747, balita laki-laki yang diperkirakan menderita pneumonia sebanyak 31.920 balita, dan balita perempuan 30.827.
Profil Kesehatan Kabupaten/Kota se-Provinsi NTT tahun 2017, jumlah kasus pneumoia sebesar 6.059 kasus (9,99%). Dengan jumlah penderita balita perempuan 2.868 ( 9,63), balita laki-laki 2.801 (9,07%). Daerah dengan kasus pneumonia tinggi, yaitu Kabupaten Kupang, Sikka, dan Timur Tengah Selatan. Sedangkan, jumlah perkiraan penderita Pneumonia tahun 2017 adalah 60.665 balita.
Sesuai dengan Profil Kesehatan Kota Kupang tahun 2017, penemuan kasus pneumonia pada balita sebesar 5,71%. Dari 11 Puskesmas di Kota Kupang yakni Puskesmas Naioni, Oesapa, Sikumana, Penfui, Manutapen, Alak, Oebobo, Kupang Kota, Pasir Panjang, Oepoi, dan Bakunase, yang paling banyak menemukan penderita Pneumonia adalah Puskesmas Bakunase. Dari seluruh penderita Pneumonia di 11 Puskesmas, balita perempuan sebanyak 115 (5,90%) dan Laki-laki 110 balita. Dibandingkan pada tahun 2017 di Kota Kupang dengan balita penderita Pneumonia yang terdiri dari 225 kasus, tahun 2016 hanya terdapat 96 kasus pneumonia. Ada juga, jumlah perkiraan penderita pneumonia di Kota Kupang, 10% dengan jumlah kasus pada balita laki-laki 1.996 sedangkan balita perempuan 1.948.
Grafik.3.
Angka Kasus Pneumonia di Kota Kupang Tahun 2013-2017
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh bakteri, virus atau mikroplasma (bentuk pemeliharaan antara bakteri dan virus).Bakteri yang umum adalah Streptococcus pneumonia, Staphylococcus aureus, Klebsiella sp, Pseudomonas sp, Virus misal virus influenza.
Penyebaran infeksi pneumonia ada dua, yaitu melalui aerosol pada saat batuk maupun bersin dan kontak langsung dari benda yang telah tercemar mikroorganisme penyebab pneumonia.
Masa inkubasi pneumonia sendiri tergantung penyebabnya. Kalau karna bakteri, membutukan waktu yang agak lama berkisar 2 minggu untuk batuk dan pilek, baru kemudian akan komplikasi ke pneumonia. Tetapi kalau karna virus, memakan waktu lebih cepat, sekitar 3-7 hari,bias komplikasi ke pneumonia.
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas.
Dengan pengobatan,sebagian tipe dari pneumonia karena bakteri dapat diobati dalam satu sampai dua minggu.Pneumonia karena virus mungkin berakhir lama,pneumonia karena mycoplasma memerlukan empat sampai lima minggu untuk memutuskan sama sekali.
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat.
Berikut ini merupakan beberapa antibiotik yang digunakan untuk terapi pneumonia yaitu sebagai berikut: Penicilin, Makrolida, Cefalosporin, Tetrasiklin, dan Quinolon.
3.2. Saran
Apabila materi yang kami buat ini masih kurang baik kami minta masukan dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Shulman, Phair, Sommers. 1994. Dasar Biologis & Klinis Penyakit Infeksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Edisi keempat.
Alsagaff, Hood., Mukty H.A. 1995. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press.
Solihati, Euis Novi., Suhartono, Winarni, Sri.,. Oktober 2017. Studi Epidemiologi Deskriptif Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Langensari Ii Kota Banjar Jawa Barat Tahun 2017. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal). Volume 5, Nomor 5, (ISSN: 2356-3346).
Wulandari, Risa Ayu. 2018. Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Kejadian Pneumonia Balita di Jawa Timur. Jurnal Berkala Epidemiologi. Volume 6 Nomor 3 (2018) 236-243. DOI: 10.20473/jbe.v6i32018.236-243. p-ISSN: 2301-7171 ; e-ISSN: 2541-092X.
Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia tahun 2017.
Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2016.
Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2017.
Profil Kesehatan Kota Kupang tahun 2017.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia Nosokimial Pedoman Diagnosis dan Penata Laksanaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia Komuniti Pedoman Diagnosis dan Penata Laksanaan di Indonesia.
Buletin Jendela Epidemiologi. 2010. Pneumonia Balita. Volume 3, ISSN 2087-1546.
Nikmah, Atika., Rahardjo, Setyo Sri., Qadrijati, Isna. Indoor Smoke Exposure and Other Risk Factors of Pneumonia among Children Under Five in Karanganyar, Central Java. Journal of Epidemiology and Public Health (2018). e-ISSN: 2549-0273 (online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan kesan Anda